Kategori: Uncategorized

Menyusun Kembali Kurikulum Pengajaran Hukum Pidana di Perguruan Tinggi Setelah Disahkannya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional

Sumber: hukumonline

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 yang mengatur tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Wetboek van Strafrecht, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Kolonial Belanda yang berlaku di Indonesia, tidaklah sama. Buku I dan II merupakan susunan dari UU 1/2023 yang sering disebut KUHP Nasional. Selain yang ditentukan oleh Undang-undang, Buku I memuat gagasan, teori, dan doktrin yang menjadi pedoman penerapan Buku II selain undang-undang yang tidak tercakup dalam Undang-Undang 1 Tahun 2023, Peraturan Daerah Provinsi, dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, peraturan perundang-undangan yang tidak termasuk dalam KUHP Nasional juga didasarkan pada Buku I.

Prof Edward Omar Sharif Hiariej, Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), menilai penting bagi pengajar akademik untuk membantu mahasiswa memahami Buku I. Karena pengetahuan Buku I membantu pengetahuan Buku II. KUHP. Hingga saat ini, Buku I terdiri dari 187 artikel dan 6 bab. Buku II, sebaliknya, memiliki 437 artikel dan 37 bab.

Tidak mungkin mengajarkan 43 bab dan 624 pasal dalam satu semester. Sehingga, pengajar harus memilih apa yang yang disampaikan kepada mahasiswa. Paling penting justru Buku I KUHP Nasional yang terdiri 6 bab dan 187 pasal,” ujarnya, Jumat, 24 November 2023, saat lokakarya Asosiasi Pengajar Hukum dan Kriminologi (Asperhupiki) di Malang.

Menurut Profesor Eddy, Buku I memuat pedoman umum berupa teori, doktrin, dan prinsip sehingga pemahaman yang mendalam akan membantu pemahaman Buku II. Pengetahuan ini sangat penting bagi aparat penegak hukum serta siswa yang mempelajari subjek tersebut. Ia menyoroti pentingnya Bab 1-4 KUHP Nasional yang memberikan landasan teori, doktrin, dan asas hukum pidana, dimulai dari Buku I.

Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 KUHP Nasional ini, Eddy mengenal hukum yang hidup, atau hukum yang merasuk ke dalam masyarakat. Menurut Eddy, pasal tersebut tidak bertentangan dengan Pasal 1 yang berdasarkan asas hukum nulla poena sine lege, atau tidak mungkin ada suatu tindak pidana tanpa adanya peraturan perundang-undangan pidana. Pasal 2 sebaliknya berlandaskan nulla poena sine jure yang menyatakan bahwa tidak ada kejahatan jika tidak ada hukum.

Seperti disampaikan Eddy, salah satu tujuan KUHP Nasional adalah dekolonisasi. KUHP Nasional mengutamakan keadilan dan kemanfaatan di samping kepastian. Oleh karena itu, apabila terjadi benturan antara keadilan dan kepastian hukum, maka pengadilan harus mendahulukan keadilan sebagai bentuk dekolonisasi.

Profesor Barda Nawawi Arief dari Fakultas Hukum Universitas Diponegoro berpendapat bahwa hukum pidana adalah bidang yang menganalisis KUHP. Sebelumnya kita mempelajari KUHP kolonial Belanda; Namun, setelah terbitnya UU 1/2023, kami mempelajari kerangka hukum terbaru, yaitu KUHP Nasional.