Asosiasi Pengajar Hukum Pidana dan Kriminologi (ASPERHUPIKI) mengadakan Training Tingkat Lanjut Pengajaran Hukum Pidana Berbasis Hak Asasi Manusia (TERAPI HAM) dengan dukungan Pusat Riset Sistem Peradilan Pidana Universitas Brawijaya (PERSADA UB) dan The Asia Foundation (TAF).
Ketua Umum ASPERHUPIKI, Fachrizal Afandi, mengatakan bahwa tujuan TERAPI HAM adalah untuk membekali para pengajar dengan metode pengajaran hukum pidana yang berbasis hak asasi manusia.
“TERAPI HAM dirancang untuk memperkuat pengajaran hukum pidana setelah disahkannya UU 1/2023 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat (7/6/2024).
Kegiatan ini berlangsung dari 1 hingga 6 Juni 2024 di The Singhasari Resort Kota Batu, Jawa Timur. Perwakilan dari 12 fakultas hukum berbagai perguruan tinggi negeri di Indonesia hadir, termasuk Universitas Indonesia, Universitas Brawijaya, Universitas Airlangga, Universitas Gadjah Mada, Universitas Diponegoro, Universitas Padjadjaran, Universitas Sumatera Utara, Universitas Lambung Mangkurat, Universitas Hasanuddin, Universitas Cendrawasih, Universitas Sriwijaya, dan Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung.
“Hadir 30 dosen muda hukum pidana, yang mengikuti model pembelajaran berbasis experiential learning dan active learning,” lanjut dosen hukum pidana dari Universitas Brawijaya. Model ini menekankan pentingnya penanaman nilai-nilai untuk memperkuat jaminan HAM melalui KUHP nasional. Fachrizal berpendapat bahwa KUHP nasional dapat menjadi instrumen untuk memperkuat jaminan HAM warga negara.
“Kami berharap para dosen muda dapat lebih berperan dalam proses pengajaran KUHP nasional yang berbasis HAM dan secara tidak langsung berkontribusi pada reformasi sistem peradilan pidana,” ujarnya.
Hadir pula Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Topo Santoso. Ia menjelaskan bahwa perumusan KUHP Nasional memang berlandaskan pada HAM, yang dibuktikan dengan pernyataan berulang dalam konsideran, Buku Pertama KUHP, Buku Kedua KUHP, hingga penjelasan KUHP Nasional. “Para pengajar hukum pidana dapat mengajarkan KUHP baru ini dengan perspektif perlindungan hak asasi manusia,” jelas Topo.
Ia juga mendorong agar pengajar hukum pidana meninggalkan cara mengajar yang dogmatis dan tekstual. Pemahaman tentang makna yang terkandung dalam pasal-pasal serta tafsiran yang lebih melindungi HAM harus dikedepankan.
Pada hari terakhir pelatihan, peserta diminta melakukan praktikum pengajaran hukum pidana berbasis HAM. Nella Sumika Putri dari Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, yang bertindak sebagai fasilitator, menyampaikan harapannya kepada para dosen muda hukum pidana.
“Di akhir kegiatan, ASPERHUPIKI memberikan hibah kepada para peserta untuk menerapkan model pembelajaran dari pelatihan ini di kampus masing-masing,” kata Nella.
Seorang peserta menyambut baik program TERAPI HAM, mengaku memperoleh pengetahuan baru mengenai pembelajaran hukum pidana berbasis HAM secara komprehensif.
“Semoga upaya pengajaran hukum pidana berbasis HAM semakin ditingkatkan dan menjadi landasan bagi seluruh universitas di Indonesia,” kata dosen hukum pidana Universitas Gadjah Mada, Diantika Rindam Floranti.
Filep Ayomi, dosen hukum pidana dari Universitas Cenderawasih Papua, menyebutkan bahwa TERAPI HAM menginspirasi untuk mengajar secara lebih kreatif dan inovatif, khususnya dengan pengajaran hukum pidana berbasis HAM. “Semoga semakin banyak pelatihan seperti ini, terutama bagi kampus-kampus di Indonesia timur,” pungkasnya.
sumber: hukumonline.com